Polri Dalami Gangguan Sistem Bank DKI

Istimewa

Polri Dalami Gangguan – Gangguan sistem pada layanan perbankan bukan lagi hal sepele. Terlebih jika menyangkut bank milik daerah seperti Bank DKI yang mengelola dana publik, termasuk gaji ASN, pajak, dan retribusi. Pada insiden terbaru, sistem Bank DKI mengalami kendala serius hingga membuat banyak nasabah kalang kabut. ATM tak bisa di akses, mobile banking lumpuh total, dan transaksi digital macet tanpa penjelasan memadai.

Polri pun tak tinggal diam. Melalui Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim, penyelidikan terhadap dugaan sabotase digital atau serangan siber mulai di lakukan. Langkah ini muncul setelah laporan masyarakat dan beberapa pejabat DKI yang juga ikut terdampak dalam transaksi keuangan mereka. Kecurigaan langsung mengarah pada kemungkinan adanya upaya pembobolan sistem atau kelalaian internal yang fatal.

Investigasi Siber Di mulai

Polri langsung menurunkan tim siber untuk memeriksa infrastruktur digital Bank DKI. Dari server, jaringan internal, hingga log aktivitas transaksi di urai dan di pantau ketat. Tujuan utamanya bukan sekadar mencari kesalahan teknis, tapi mendeteksi apakah ada penyusupan, malware, atau bahkan insider threat alias sabotase dari dalam.

Dalam keterangan awal, pihak Bank DKI menyebutkan bahwa gangguan bersumber dari “maintenance sistem” yang tidak berjalan sesuai rencana. Tapi publik tidak semudah itu menerima alasan tersebut. Di era keterbukaan digital, penjelasan teknis yang kabur justru semakin mengundang spekulasi.

Polri dalam prosesnya juga menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan penyelidikan menyeluruh. Tidak hanya dari sisi hukum, namun juga dari perspektif pengawasan keuangan dan keamanan data digital.

Kepanikan Nasabah dan Potensi Krisis Kepercayaan

Imbas dari gangguan sistem ini bukan hanya soal ketidaknyamanan. Banyak nasabah mengaku tidak bisa menarik uang, mentransfer dana, atau sekadar mengecek saldo. Beberapa pelaku usaha kecil yang menggantungkan transaksi harian lewat Bank DKI pun nyaris lumpuh operasionalnya. Lebih parah lagi, ada ASN yang melapor tidak bisa mengakses gaji di tanggal penggajian.

Kondisi ini menimbulkan potensi krisis kepercayaan terhadap Bank DKI. Jika gangguan ini tidak di tangani dengan cepat dan terbuka, maka efek domino terhadap reputasi dan kredibilitas bank daerah ini bisa jadi fatal. Belum lagi jika hasil penyelidikan membuktikan adanya pelanggaran standar keamanan digital atau celah yang bisa di manfaatkan oleh peretas.

Tekanan Publik dan Desakan Transparansi

Di media sosial, tagar #BankDKIDown sempat merajai trending topic athena168. Warganet ramai-ramai menyuarakan kekesalan mereka. Banyak yang menuntut transparansi total dari manajemen Bank DKI—siapa yang bertanggung jawab, apa penyebab pastinya, dan bagaimana jaminan agar insiden seperti ini tidak berulang.

Tak hanya itu, beberapa pengamat ekonomi bahkan menyarankan agar Bank DKI di audit eksternal secara terbuka, termasuk sistem digitalnya. Karena di era digitalisasi keuangan, keamanan dan stabilitas sistem perbankan adalah soal kepercayaan publik. Sekali saja publik merasa tidak aman, maka dampaknya bisa jauh lebih besar dari sekadar kerugian teknis.

Langkah Polri Bisa Jadi Preseden

Langkah cepat Polri dalam menyelidiki kasus ini menunjukkan keseriusan terhadap ancaman siber di sektor keuangan. Ini bisa jadi preseden penting. Jika hasil penyelidikan mengarah pada serangan digital dari luar atau sabotase internal, maka akan membuka tabir rapuhnya sistem digital perbankan nasional.

Di sisi lain, ini juga jadi momen refleksi bagi seluruh industri keuangan untuk tidak menganggap enteng soal keamanan sistem. Tidak cukup hanya mengandalkan firewall dan antivirus. Yang di butuhkan adalah mental siaga digital—protokol, mitigasi, dan kesiapan merespons krisis dengan cepat, transparan, dan tegas.